Minggu, 06 Desember 2009

MENGENAL LEMBAGA DIAKONIA MASYARAKAT (LDM) "MITRA KASIH"

MITRA KASIH”menjadi sahabat bagi sesama, berlandaskan kasih agape”Berawal dari bencana Pada masa advent 2000, perbukitan Menoreh dilanda bencana alam tanah longsor, ratusan rumah roboh dan rusak, juga jiwa manusia menjadi korban keganasan alam. Tercatat lebih dari 79 orang meninggal dunia. Daerah yang paling parah adalah wilayah Kemanukan, Pacekelan, dan Hulosobo. Akibatnya, daerah-daerah minus yang masyarakatnya terjangkit endemic malaria itu menjadi semakin sengsara hidupnya. Korban yang perlu ditolong kebanyakan adalah wanita dan anak-anak.Melihat kenyataan ini, Kelompok Kerja Diakonia GKJ Purworejo tak bisa tinggal diam. Minggu dinihari bencana datang, maka Senin pagi sudah berada di lapangan untuk memberikan bantuan sesuai kemampuan: menyusuri dan mencari korban, memberikan bahan makanan, dan membantu di bidang kesehatan. Namun kemampuan diri sangat terbatas. Maka kami memutuskan untuk melayani secara lebih luas lagi. Caranya: (1).meningkatkan Kelompok Kerja, menjadi berbentuk semacam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yaitu: Yayasan Diakonia Masyarakat (YDM) ”Mitra Kasih” GKJ Purworejo. (2).mendorong warga gereja untuk lebih aktif ambil bagian dalam pelayanan masyarakat umum melalui YDM ”Mitra Kasih”. Keterlibatan warga gereja itu meliputi: kesediaan menjadi relawan, dan dukungan materi ataupun uang. (3).mencari rekan pelayanan yang bisa diajak ambil bagian dalam pelayanan YDM Mitra Kasih.Pembentukan pokja Diakonia menjadi YDM Mitra Kasih berjalan dengan lancar. Demikian juga antuasias warga untuk ambil bagian dalam pelayanan sebagai relawan juga sangat menggembirakan, tercatat pada waktu itu ada 14 relawan tetap, dan lebih dari 25 orang relawan tidak tetap untuk mendukung pelayanan. Namun, untuk mencari rekan pelayanan (lembaga donor) ternyata sangat sulit. Alasannya klise, karena YDM Mitra Kasih belum memiliki pengalaman sebagai LSM. Sungguh pun demikian, tekad dan semangat sudah terlanjur menyala-nyala, maka pelayanan tetap jalan meski kemampuan sangat terbatas. Untuk peningkatan pelayanan, maka dibuka Pos Persekutuan Doa ”Jum’at Pagi”, Sarasehan ”Selasa Kliwonan”, Penjemaatan persembahan Perpuluhan, dan peningkatan pelakksanaan disiplin rohani Kristen, yakni: Doa – Puasa bagi kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus.Berkenalan dengan CWS IndonesiaDi tengah tuntutan karya pelayanan yang semakin berat, sementara kemampuan diri amat terbatas, ternyata TUHAN berkenan mengirimkan pertolongan pada saat yang tepat. Pimpinan YDM Mitra Kasih ,Pdt. Lukas Eko Sukoco, M.Th. berkenalan dengan relawan CWS (Church World Service) cabang Indonesia, yang berkedudukan pusatnya di New York Amerika Serikat. Selanjutnya, CWS tertarik untuk bekerjasama dalam pelayanan bagi masyarakat umum. Dari kerjasama ini lahirlah berbagai program pelayanan sbb:Mobile Clinic (Klinik Keliling), yaitu pelayanan kesehatan (klinic) ke desa-desa terpencil, untuk umum, khususnya untuk Anak-anak Balita, Perempuan dan Ibu hamil; karena kelompok ini yang rentan terhadap penyakit di wilayah Kec. Kaligesing, dan Purworejo pinggiran, Kabupaten Purworejo. Selama hampir 2 bulan telah melayani 959 pasien.Pelayanan Kesehatan di Desa-desa terpencilPemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk Balita kurang Gizi di wilayah kecamatan Purworejo, Kaligesing dan Bagelen. Selama 6 bulan telah terlayani 353 Balita dan ibu menyusui, yaitu: 2X seminggu. Ditambah dengan berbagai penyuluhan pola hidup sehat bagi orang desa.Belajar Bersama Praktek Membuat PUPUK ORGANIKPemberian Makanan Tambahan (PMT) Periode II, untuk Balita kurang Gizi di wilayah kecamatan Purworejo, Kaligesing dan Bagelen. Selama 6 bulan telah terlayani 391 Balita dan ibu menyusui, yaitu: 2X seminggu. Juga ditambah dengan berbagai penyuluhan pola hidup sehat bagi orang desa.Selanjutnya, kerjasama dengan CWS terus berkembang sejalan dengan kebutuhan pelayanan di pedesaan, maka pada program berikutnya ada program pelayanan yang ditingkatkan menjadi program::4. Peningkatan Pendapatan Keluarga (PPK) dengan usaha di bidang Pertanian(empon-empon: Jahe merah, Kunir Putih, Temulawak, Lidah Buaya), juga di bidang Peternakan (ternak kambing Etawa), serta di bidang Industri Rumah Tangga (pembuatan Besek, Emping Mlinjo dan Gula Jawa, serta pembuatan pupuk organik). Kami menjangkau 189 KK, untuk masyarakat kurang mampu di Kec. Kaligesing dan Bagelen, Purworejo.Hingga kini program pelayanan dengan CWS telah berlangsung sejak 2001, semua dilakukan sebagai wujud kesaksian pelayanan kepada masyarakat umum guna menyatakan kasih agape, yaitu kasih yang tulus penuh perngorbanan seperti Yesus.Memperluas Pelayanan bersama Yayasan Eerlijk Delen, BelandaPelayanan kepada masyarakat umum terus terjadi, memang adakalanya muncul kelompok-kelompok radikal ”anti Kristen”. Mereka menganggap YDM ”Mitra Kasih” adalah kelompok orang-orang kafir yang dicurigai akan melakukan program kristenisasi. Kami tidak memberikan reaksi berlebihan, namun hati kami sedih. Sungguhpun demikian semua ini malah menambah semangat pelayan kami untuk terus jalan. Kami mengembangkan pelayanan bagi anak-anak sekolah dari keluarga miskin.Kerinduan Mitra Kasih, bagaimana membantu anak-anak ini agar mampu sekolah. Ada yang sudah kami bantu sejak play Group dan TK. Ada yang menerima beasiswa di jenjang SD; bahkan tahun ini (2006) ada sekitar 23 siswa yang menikmati program Sekolah Gratis. Selebihnya, karena kemampuan terbatas ada beberapa anak SMK yang kami beri beasiswa. Lalu uangnya dari mana? Dari TUHAN (YHWH), di dalam Yesus Kristus. Dan, sedikit demi sedikit program peningkatan pendapatan juga membuahkan hasil, lalu ditambah dengan persembahan khusus dari jemaat juga sering muncul, serta dukungan dana dari sahabat-sahabat Mitra Kasih di Belanda, melalui Yayasan ”Eerlijk Delen”.Selain itu YDM Mitra kasih juga membuka Sanggar Kegiatan Belajar, khususnya untuk mendampingi siswa-siswi SD agar memiliki ketrampilan: (1).berbahasa Inggris – dengan program Kursus Bahasa Inggris (2).sempoa – dengan program kursus Sempoa, (3).komputer – dengan program kursus computer.Di bidang kemasyarakatan lainnya, YDM Mitra Kasih juga bergerak terutama di tengah suasana Bencana Alam (Gunung Merapi di DIY dan sekitarnya, Gempa Bumi Tektonis di DIY, Gunung Kidul/Womosari dan Klaten, serta Tsunami di Kebumen dan Cilacap).Pelayanan Beasiswa bagi anak-anak dari Keluarga miskin, dari Play Group, TK, SD, SMP, hingga SMKTetap Di Bawah Koordinasi GerejaKini, LSM atau Yayasan Diakonia Mitra Kasih telah hampir berumur 6 tahun, ibaratnya ia masih Balita, namun karya pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepada Mitra Kasih sungguh luar biasa. Bukankah semua karena kasih setia Tuhan semata. Berdasarkan pada pengalaman inilah maka sekalipun sudah berbadan hokum sendiri, YDM Mitra Kasih secara sub ordinatif masih berada di bawah Gereja Kristen Jawa (GKJ) Purworejo. Kalau dulu ia berperan sebagai Pokja Diakonia, maka sekarang tumbuh berkembang menjadi Lembaga Pelayanan Diakonia Maysrakat. Kini, setiap Minggu jam 09.00 – 11.00 wib., di sebelah gereja dibuka KLINIK diakonia “Mitra Kasih” untuk masyarakat umum.Berbeda dengan Gereja pada umumnya, GKJ Purworejo, yang akan berulang tahun ke 109 (4 Februari 1900 – 2009) yad., sangat serius mengembangkan bidang kesaksian dan pelayanan bagi masyarakat di sekitarnya. Itulah sebabnya, di bawah koordinasi gereja, maka ada berbagai model pelayanan masyarakat, seperti:LSM ”Mitra Kasih” dan LSM ”YAKUBB”YPK ”Widhodho”Rumah Sakit Kr. ”Panti Waluyo”Pusat Pelayanan Penyembuhan Holistic (Healing Holistic Center).Paguyuban Seni Karawitan dan Campur Sari “Widodo Laras”Paduan Suara Anak “Sangkakala”Paduan Suara “Anugerah”Grup Kolintang “Nafiri”Grup Keroncong Asli “Gita Sukma”Serta Estoe Band, & Narwastu Band.Radio Komunitas MITRA FMDan KLINIK HOLISTIK MITRA HUSADA.Menebar Kasih AgapePekerjaan pelayanan baru dimulai, sementara ladang pelayanan begitu luas terbentang, namun semangat untuk menebar Kasih AGAPE menjadi kekuatan batin yang penting. Pengharapan, Keyakinan dan Ketekunan yang dilandasi dengan spiritualitas pelayanan Kristus menjadi dasar pelayanan YDM Mitra Kasih. Kini, meski dengan tertatih-tatih kaena beban pelayanan yang sangat berat, tetap menjaga tekad dan semangat pelayanan bagi Tuhan.Dukung Doa, Semoga semangat untuk menebar kasih AGAPE tak pernah pupus meski rintangan terus menghadang.

MODEL-MODEL DIAKONIA

Tiga model pendekatan pelayanan DIAKONIA (karitatif, reformatif dan transformatif)

(1).Diakonia Karitatif.
Suatu masyarakat terdiri atas struktur : yang kaya dan yang miskin. Situasi ini tidak dapat diubah. Yang dapat dilakukan oleh gereja adalah membantu yang miskin agar menjadi sedikit lebih baik dan mengurangi penderitaan mereka. Kemiskinan tidak dapat dibasmi. Yang bisa terjadi adalah : yang kaya berperan sebagai penderma dan yang miskin berperan sebagai pengucap terima kasih.
Tindakan yang dilakukan tampak dalam memberikan dan meningkatkan bantuan bagi yang miskin. Cara ini menimbulkan ciri-ciri :
- a. Menimbulkan sikap ketergantungan ; tidak memandirikan;
- b.Terdapat hubungan subjek-objek;
- c. Bila dilakukan terus-menerus akan memerlukan dana yang besar;
- d. Tidak menyentuh akar masalah, sekedar memberi ikan; e. Tepat untuk situasi darurat sebagai bantuan awal;
- f. Terarah kepada individu yang sulit berubah keadaannya, meski dibantu.

Model ini adalah model tertua dari bentuk pelayanan gereja yang dilakukan, dan sampai saat ini
masih juga dilakukan. Pelayanan ini cepat dirasakan manfaatnya, dan sangat tepat dalam situasi
darurat yang amat mendesak dan sangat membutuhkan pertolongan yang bersifat segera, misalnya bencana alam. Bentuknya misalnya bantuan kepada janda atau warga jemaat yang hidup di bawah garis kemiskinan dengan pemberian beras, uang.

(2). Diakonia Reformatif.
Kemiskinan pada hakekatnya dikurangi bahkan dapat dihapuskan. Kemiskinan antara lain disebabkan oleh kurangnya pendayagunaan potensi manusia dan alam. Kurangnya pendayagunaan potensi manusia dan alam disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan penguasaan teknologi. Oleh sebab itu, pengembangan dan pendayagunaan potensi manusia dan alam dalam rangka penghapusan kemiskinan, pada hakekatnya dapat diupayakan melalui peningkatan pendidikan dan penguasaan teknologi. Tindakan yang dilakukan misalnya, membangun sekolah-sekolah dan menyelenggarakan pengembangan SDM, membangun rumah sakit dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan, menyiapkan dan menyalurkan bantuan teknologi melalui penyuluhan dan pembinaan keterampilan, serta mengusahakan/ menyediakan modal kerja bagi para tani dan buruh agar dapat meningkatkan produksitivitasnya.
Adapun ciri-cirinya :
- a. Orientasi pelayan dibidang pendidikan, kesehatan, perkoperasian, dan usahausaha
untuk peningkatan penghasilan;
b. Solidaritas kelompok mulai ditumbuhkan;
c. Memerlukan tenaga terampil dan sesuai dengan program;
d. Lebih menyentuh akar permasalahan dan dampaknya lebih bersifat jangka panjang;
e. Biasanya melengkapi program pemerintah.

Model kedua ini merupakan pengembangan diakonia karitatif yang dirasakan tidak dapat menjawab persoalan untuk jangka panjang. Setelah banjir atau longsor berlalu, dan persediaan sembako habis, lalu subyek yang dilayani mau apa? Apakah mereka hanya makan dan cukup gizi pada bulan Desember ketika ada pasar murah untuk mereka?
Model diakonia ini lebih menekankan aspek pembangunan, daripada sekadar tindakan karitas-amal kasih semata-mata. Pendekatan yang dilakukan memakai pola Community Development (CD) dengan pengembangan masyarakat seperti pembangunan kesehatan dan penyuluhannya, kelompok usaha bersama dengan kelompok simpan pinjam, pemberian beasiswa untuk pendidikan.
Akibatnya, muncul kesadaran gereja untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan memikirkan persoalan kemasyarakatan lainnya. Gereja tidak lagi mau menjadi menara gading untuk dirinya sendiri. Ada masalah-masalah sosial yang muncul dipermukaan, yang harus diatasi seperti terjadinya diskriminasi, ketidakadilan internasional, dan tugas-tugas politik gereja membangun kesejahteraan umat manusia. Maka diakonia gereja mulai bergeser dari diakonia karitatif ke diakonia reformatif, termasuk Gereja-gereja di Indonesia(termasuk GKJ PURWOREJO)


(3). Diakonia Trasformatif.
Pelayanan transformatif sekarang sangat dibutuhkan. Bahkan kenyataannya di beberapa negara, pembangunan yang menekankan pertumbuhan ekonomi hanya menciptakan kemiskinan baru dan memperluas gap antara kelompok orang yang kaya dan yang miskin, bahkan merusak lingkungan ekologis bumi untuk kebutuhan jangka panjang. muncul sebagai alternatif ke tiga menjawab permasalahan kemiskinan dan ketidakadilan struktural yang muncul di permukaan. Sejarah lahirnya dipelopori oleh gereja Amerika Latin mencari jawaban atas kemiskinan yang sangat parah di sana.
Asumsi yang mendasari pelayanan ini adalah kalau ada orang lapar, tidak cukup diberi roti, sebab besok ia akan datang kembali untuk meminta roti (menghapus mental ketergantungan); juga tidak cukup, kalau kita memberinya pancing atau pacul untuk mencangkul, karena masalahnya terletak pada pertanyaan, di mana mereka dapat mengail dan mengolah tanah? Bila tanah dan laut dimiliki kaum pemilik modal yang mempunyai kapital?
Karena itu berilah dia hak hidup melalui pendampingan dan perberdayaan bagi mereka. Pendekatan yang dilakukan adalah pola Community Organization (CO) dengan pendekatan pengorganisasian komunitas untuk dapat merancang dan merencanakan hidup mereka sendiri. Peran gereja selama ini dalam mentransformasikan dunia dirasakan belum optimal. Maka teolog pembebasan merumuskan "ekklesiologi baru" (ilmu tentang gereja) dan merefleksikan gereja secara kontekstual. Tokoh yang berperanan di antaranya adalah Gustavo GutiƩrrez dengan pendekatan ortopraksis. Digunakannya analisis sosial budaya masyarakat, analisis SWOT dan perencanaan partisipatif dan melakukan jejaring dengan institusi sosial yang ada, dan melakukan monitoring dan evaluasi partisipatif. Pelayanan transformatif bukan mau menciptakan oposisi bagi pemerintah dan penguasa, tetapi menjadikan kelompok yang diberdayakan sebagai mitra dalam membangun kualitas kehidupan yang lebih baik.
Pengalaman Gereja di Amerika Latin mulai meredifinisi kembali peran gereja dan tugasnya di dunia saat ini. Gereja tidak lagi diartikan sebagai gedung yang statis, melainkan sebagai suatu "gerakan" yang terbuka bagi pembaharuan (agent of change) dan aktif menjalankan visi misi kerajaan Allah.
Karena itu gereja tidak harus menjadi besar dan megah fisiknya, melainkan nilai Injil Kerajaan Allah harus hadir dan meresap dalam seluruh sendi kehidupan manusia Titik berangkat teologi pembebasan a la GutiƩrrez adalah gereja dan hubungannya dengan dunia di Amerika Latin. Guna memindahkannya ke dunianya, gereja memerlukan sebuah pemahaman baru dalam sifat dasar dan misinya.
Dan dengan pemahaman ini pula fungsi pembebasan gereja tampak dalam tiga tingkatan : pembebasan politik yang mengakomodasi golongan miskin dan tertindas; pembebasan sebagai sebuah pemahaman akan sejarah, dengan orang menyadari dan dapat melihat masa depannya secara bertanggungjawab; dan pembebasan oleh Kristus dari dosa, akar dari segala kebobrokan hubungan manusia, ketidakadilan dan penindasan